KOTA BANDUNG -- Yulian Teguh Setiawan tertegun ketika mengetahui nama istrinya, Rohaetin, akan terukir abadi di monumen yang didedikasikan sebagai pengingat perjuangan rakyat Jabar dalam menangani pandemi COVID-19 di Kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Jabar, Kota Bandung.
Bagi Yulian, monumen tersebut tidak hanya bentuk penghormatan, tetapi juga pengingat untuknya dan anak-anaknya bahwa Rohaetin adalah pahlawan kesehatan. Rohaetin merupakan tenaga kesehatan (nakes) RSUD Gunung Jati Kota Cirebon yang gugur saat berjibaku menangani COVID-19.
Ada banyak pengorbanan yang Rohaetin berikan. Meski sedang mengandung anak ketiga dan menunggu waktu kelahiran yang tinggal hitungan hari, kata Yulian, Rohaetin tanpa lelah membantu rekan-rekannya berjibaku merawat pasien-pasien terkonfirmasi positif COVID-19.
"Di akhir hayat, istri saya masih bilang bahwa ia masih semangat, ia masih membantu teman-temannya. Karena saat itu, banyak teman-temannya yang sakit. Tapi di satu sisi, ia pun sakit dan sedang mengandung. Ia selalu memikirkan teman-teman yang membutuhkan tenaganya," kata Yulian.
Ketika waktu melahirkan tiba, Rohaetin terkonfirmasi positif COVID-19. Sepekan kemudian, Rohaetin mengembuskan napas terakhir. Kepergian Rohaetin adalah duka terbesar bagi Yulian dan keluarga, terutama anak ketiga mereka.
"Saat anak yang ketiga lahir, beliau sama sekali tidak bisa melihat dan menggendongnya. Ini sudah takdir dari Allah SWT. Saya sudah menerima. Kalau pun saya tidak menerima, kasian anak-anak. Mereka membutuhkan sosok orang tua. Saya harus semangat, saya harus berjuang," ucapnya.
Untuk mengenalkan Rohaetin, Yulian suatu hari nanti akan mengajak anak ketiganya ke monumen tersebut. Di sana, ia akan menceritakan sekaligus memberitahu kepada anaknya tentang perjuangan dan pengorbanan Rohaetin menangani pandemi.
"Nanti pada saat usia anak-anak sudah 17 tahun atau setelah anak-anak mengerti, saya akan bawa mereka ke sana ke monumen. Saya akan berkata bahwa ibu kamu adalah pahlawan kesehatan. Kamu harus bangga dan kamu harus seperti ibumu," tuturnya.
Apa yang akan dilakukan Yulian untuk mengenalkan Rohaetin kepada anak ketiganya menggambarkan bahwa monumen mengandung banyak riwayat dan kisah-kisah. Budayawan Jabar Aat Soeratin menyebutnya sebagai jejak peradaban.
"Kalau kita melihat monumen itu, kita akan membaca riwayatnya. Kenapa dibangun? Karena ada sekian nakes yang gugur. Kenapa gugur? Karena ada pandemi. Kita paham bahwa dalam perjalanan ada musibah-musibah, berkah-berkah, yang harus kita khidmati supaya perjalanan kita ke depan lebih baik," ucap Aat.
Penghargaan dan penghormatan atas dedikasi nakes, aparatur sipil negara, dan relawan kesehatan, dalam wujud monumen merupakan adab luar biasa dalam perjalanan kebudayaan.
"Jika monumen ini disebut tanda peradaban, relevan betul. Itu kan adab kita menghormati mereka yang gugur, yang mengorbankan nyawa, untuk kepentingan kita. Itu sesuatu yang lazim yang harus sebetulnya diungkapkan. Mudah-mudahan tanda peradaban ini kemudian meriwayatkan bagaimana monumen ini dibangun," kata Aat.
*)Jabarprov.go.id